BUKAN KAMU SAJA YANG BIMBANG

Well..lebaran yang melelahkan. Lebaran yang singkat bersama suamiku. Dia terlalu asyik dengan pekerjaannya. Dia lupa kalau seharusnya seminggu liburan untuk jagoan kecilnya. Sudah 3 minggu anak manisku tak bersama kami.Tapi sudahlah...mungkin pekerjaannya lebih asyik untuknya.

Aku berusaha menutupi hatiku, membingkainya dengan senyum. Meskipun tak kupungkiri, di malam, ketika si kecilku lelap aku merasakan sesuatu. Kehampaan. Yah..dan beberapa malam aku samasekali tak tidur. Entahlah juga aku tak minat dengan obrolan panjang di telphon dengan laki- laki yang menikahiku. Aku menikmatinya dengan yang lain, sahabat-sahabatku. Setiap malam kubunuh sepi dengan mereka. Untung aku punya mereka. Bayangkan jika tidak...

Aku bertemu dengan istri sahabat priaku. Wanita yang dulu memusuhiku dengan prasangka jahatnya. Wanita yang selalu memberiku senyum sinis dan sikap dingin setiap kami bertemu. Wanita yang mencemburuiku habis- habisan. Wanita yang ketakutan aku menarik perhatian suaminya. Wanita yang membuatku sedih. Sangat sedih. KArena aku tak demikian. Aku bersahabat dengan suaminya sejak lama. Aku sudah menganggapnya adikku sendiri. AKu menganggap ibunya ibuku sendiri. Aku menganggap adik- adiknya juga adikku.

Dan keadaan sekarang berubah. Wanita itu sangat membutuhkanku. Untung bukan mahluk yang dibuat dari gumpalan tanah penuh dendam. Untung aku menyayangi sahabatku, dan aku juga harus menyayangi istrinya. Aku bahkan sering iba melihat wanita itu. Aku tahu banyak beban ditanggungnya sendiri. Dan dia kesepian. Dan aku memberikan diriku sebisaku untuk jadi pelipurnya.

Sahabatku. pria itu dulu sangat tergila- gila padanya. Aku ingat saat aku belum selesai dengan urusan kantorku. waktu aku belum menikah, dia datang mengejutkanku. Hari itu hampir jam 6 sore. Laki- laki itu memintaku menemaninya. Mencari cincin untuk gadis itu. Gadis yang baru dikenalnya dua minggu. Saat itu menangkap sahabatku tergila- gila padanya. Sangat tergila- gila. Ibunyapun cemburu. Sepulangnya kami dari toko perhiasan, ibunya berkomentar


"Mami aja gak pernah dibeliin cincin....boro- boro..."

Aku tersenyum melihat wanita tua itu mencibir. Aku menghiburnya dengan pelukanku. Aku katakan jika aku punya rejeki lebih, aku akan belikan cincin untuknya.Dan kejadian itulah yang membuatku berkesimpulan sahabatku sangat mencintai gadis itu. Dan akhirnya mereka menikah. Dan punya anak.

Dia mulai dekat denganku dua tahun terakhir. Tiba- tiba dia mengirimku sms maaf. AKu tersenyum, lega..sangat lega. akhirnya dia tahu aku bukan wanita jahat seperti yang ada dalam pikirannya. Kami bahkan bertemu, aku bahkan menangis melihat keadaannya. BAgaimana bisa mereka jadi begitu. Tubuh wanita itu gendut tak terurus, berbanding terbalik dengan anak laki- lakinya. Bocah seumuran anakku, wajahnya yang keturunan Jerman tertidur pulas dengan tubuh kurus lunglai. Bagaimna aku tak menangis. Rumah berantakan..dengan segala sesuatu yang tak pada tempatnya.

Terakhir aku datang kerumahnya jam 2 pagi. waktu itu mereka bertengkar hebat. Aku tinggalkan rumahku, menempuh 4 jam perjalananku menuju kota itu. Untung suamiku sudah tahu istrinya milik banyak orang.Aku sangat lega, akhirnya ketemu mereka. Namun, hanya wanita itu sahabat priaku entah kemana. Sampai akhirnya dia menghubungiku, dia sedang asyik minum dengan sahabat- sahabatku yang lain. Oh.....

Lebaran kemarin aku tak sempat mengunjungi mereka. Kami hanya sms-an. Namun kadang bingung. Dulu wanita itu menghujatku dengan banyak vonis.Seorang perempuan tabu merokok dan minum. Dia menilaiku sangat buruk. Dan aku hanya tersenyum memaafkan kata- katanya. Minta Tuhan bukakan hatinya. Dan Tuhan mendengarku

"Aku mau merokok, aku mau minum...aku capek..aku lelah.."

Aku tercekat diam mendengarnya terisak. Aku katakan sebuah pernikahan memang sesuatu yang berat. Aku tak menyalahkannya mengeluh..aku tahu dia memang lelah. Sesungguhnya aku mau dia mengalah berubah. Kembali jadi wanita yang membuat sahabatku tergila- gila. Membuang posesifnya, membuang curiga dan prasangka buruknya. Laki- laki adalah mahluk bebas, dan seperti bayi mereka mau kelembutan, bukan keras hati.

Ah...sesungguhnya aku juga sedang bimbang non...